The Real Cerpen

Laptop?

Kapan Aku Memilikinya ?

Kupaksakan diriku untuk tidak tidur, tapi rasa kantuk ini tak bisa ditahan lagi. Ku rebahkan kepalaku di atas guling yang membujur di atas kasur. Mataku mulai lelah dan mengatup semakin menutup, kubiarkan majalah yang ku baca tadi tergeletak begitu saja. Sedang mataku merem melek menahan kantuk, akhirnya aku terpejam juga. Tapi tak lama aku melonjak juga setelah melihat jam yang melingkar di pergelangan tanganku menunjukkan pukul 14.00. Aku segera berlari keluar menuju konter samping rumah, hari ini aku ada rencana ngetik, mumpung waktu luang, agar otakku tidak penat dengan ketegangan pelajaran yang sering sekali membuatku pusing. Ku raih sebuah majalah yang tergolek tak berdaya di ujung kasur dan sebuah diary berwarna biru serta sebuah flash disk berwarna hitam yang memuat semua data-dataku.

Ku percepat langkahku, akan sang waktu tak terus memburu. Segera ku nyalakan computer dan mulai mengetik, satu demi satu kata bermunculan, kalimat demi kalimat berangkaian, paragraph mulai tersusun rapid an sekejap kemudian aku telah membuat karangan cerpen sebanyak tiga halaman, Cuma sedikit ya??? Ngetikku kurang lancer dan cepat, selain itu harus ngetik sambil ngarang, jadi harus super konsentrasi agar rangkaian ceritanya tidak berantakan. Ku baca karanganku berulang-ulang. Cak Ari yang duduk di depan meja sebelah almari kaca yang di dalamnya tertata aksesoris hp, tak berkomentar. Hanya diam dan sibuk dengan hp-hpnya. Aku tahu cak Ari tidak memiliki jiwa seorang cerpenis atau jiwa yang suka menghayati sebuah puisi. Walau pekerjaannya sebagai pegawai rental, dia tidak pernah memberriku nasehat atau kritikan tentang tulisanku, meskipun kami mengetik dalam waktu yang bersamaan dengan computer yang berbeda, dia tidak pernah member tanggapan sedikitpun, hanya melirik sekilas kemudian kembali kepekerjaannya semula.

Aku terus berfikir untuk menyelesaikan tulisanku, rencananya besok pagi aku akan mengirimkan tiga tulisan sekaligus pada tiga majalah yang berbeda. Bukan karena iming-iming honornya, tapi kebanggaan tersendiri ketika aku melihat salah satu tulisanku dimuat. Aku ingin buktikan pada dunia bahwa dengan sebatang pena, Ku dapat mengukir masa depan, mencari jati diri. Siapakah aku? Aku masih hanyut dalam anganku, tiba-tiba Cak Ari membawaku ke permukaan.

“Bisa naik motor Us?” aku tertawa, mendengar pertanyaannya yang aneh.

“Kenapa Cak? Emang ada perlu, kapan? Ya bisa sih, tapi takut. Takut jatuh, takut nabrak, ya emang intinya aku emang gak bisa or takut naik motor.” Jelasku panjang lebar, yang dijelasin hanya nyengir. Ku tinggalkan tulisanku sejenak, dan membalikkan badan kea rah meja panjang yang ada di konter.

“Wah, dah gak zamannya lagi anak gadis nggak bisa naik motor. Mau tak ajarin?” tawar Cak Ari. Aku ngangguk. Aku emang ingin sekali belajar naik motor dan mengendarainya, tapi bapak melarangku. Tidak tahu alasannya, tapi pastinya aku tidak diizinkan naik motor.

“Mau Cak! Kapan? Sekarang?” Sergapku, Cak Ari nyengir lagi. Kali ini lebih lucu.

“Ya kapan-kapan, aku kan mau pulang.” Jawab Cak Ari sambil mengeluarkan sebuah celana hitam dari tas kerjanya.

“Kenapa kamu nggak belajar naik motor? Kan bisa ke mana-mana nggak perlu jalan kaki, apa biar nggak minta dibeli’in motor?”

“Nggak Cak, bapak melarangku, nggak diijinin. Dari empat saudara perempuanku hanya stu yang bisa naik motor. Mungkin kalau aku bisa naik motor bapak takut aku jadi sering keluar rumah.”

“Lha iya, biar kamu nggak minta dibeliin motor.” Cak Ari masih ngeyel.

“Di rumahmu ada berapa motor? Punya siapa?” sambungnya lagi.

“Satu. Punya kakak.”

“Cuma satukan? Punya kakakmu lagi. Nah, kalau kamu bisa naik motor kamu pasti minta untuk dibelikan motor sendiri. Makanya kamu dilarang.”

“Iya juga ya, tapi bapak kan nggak pengen aku sering-sering di luar rumah Cak, bapak pengen aku duduk manis dalam rumah seperti anak gadis lainnya. Aku tidak memiliki keinginan untuk dibelikan motor, aku lebih berharap bapak membelikan aku sebuah computer sehingga aku tak ke mana-mana, tetap berada dalam rumah tapi masih bisa berkarya dan nggak pinjam computer konter terus.” Ucapku berapi-api.

“Kenapa nggak beli aja? Kan murah dari pada motor.” kata Cak Ari.

“Tapi lebih enak lagi kalau beli laptop agar lebih mudah, dimana saja bisa dipakai. Dan nggak terlalu membebani.” Laptop? Apa nggak terlalu muluk-muluk? Komputer saja bapak nggak bisa membelikan, untuk hidup sehari-hari saja masih sering hutang tetangga kalau belum panen, dan sekolah ku saja masih susah bayarnya. Trus beli laptop, apa aku nggak salah? Mungkin aku hanya sekedar bermimpi untuk itu. Dulu, bapak pernah berjanji akan membelikan aku sebuah computer, sejak seminggu setelah ibu tiada, ini dilakukannya supaya aku tidak meninggalkannya, agar aku tidak minta pindah sekolah keluar kota. Tapi aku tidak ammpu menagihnya, apalagi saat ini kondisi keuangan semakin menipis dengan bertambahnya anggota keluarga kami, masih ada tiga keponakan lagi yang juga sama-sama masih sekolah dan membutuhkan biaya. Kejam, kelihatannya kalau aku hanya mementingkan keadaanku sendiri tanpa amu berbagi dengan mereka, akupun tak sampai hatimelakukannya. Masih ada cara yang lain agar aku dapat memiliki laptop itu, namun apa yang harus aku lakukan? Apa dengan menulis aku akan dapat memiliki sebuah laptop sederhana yang bisa membantuku untuk terus berkarya dengan menuangkan ide dalam cerita? Kira-kira berapa harga satu laptop?

“Cak kira-kira berapa harga satu unit laptop?” tanyaku semangat agar aku bisa menerka-nerka berapa tulisan yang harus aku buat agar bisa membeli satu laptop.

“Ya kira-kira seharga satu ekor sapi.” Jawab Cak Ari sambil melenggang ke belakang konter, aku melotot. Satu ekor sapi? Yang benar saja, ya kalau sapinya masih kecil (anak sapi) paling banter satu atau dua juta, lha kalau sapinya udah gede? Trus berapa harganya? 1, 2, 3, …… aku mulai menghitung berapa banyak kali aku harus membuat tulisan agar bisa membeli sebuah laptop. Kira-kira sebanyak 50 judul tulisan yang harus aku buat. Semoga aku dapay mewujudkan keinginanku itu. Amin…..

“Yang Cuma satu juta juga ada.” Atwar Cak Ari. Nampaknya mulai hari ini aku harus lebih rajin menulis agar aku segera dapat emmbeli laptop itu dengan uang hasil kerjaku sendiri tanpa harus menyulitkan bapak atau siapapun. Aku hanya butuh doa dari bapak dan semuanya agar cita-citaku dan keinginanku terwujud. Amin… … … … … Laptop, kapan aku memilikinnya ????????
READ MORE - The Real Cerpen
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Keagungan dan Kuasa Allah SWT

Pemuda Jalanan Meninggal Dalam Sujud










Seperti biasa, usai shalat maghrib beberapa pemuda berkumpul di dalam mesjid. Mereka membicarakan tentang nikmat-nikmat Allah Swt., tentang tujuan hidup, tentang bekal mati dan tentang perjuangan untuk tegaknya agama Allah Swt. di muka bumi ini. Bagi mereka rutinitas ini adalah seperti makanan yang dibutuhkan seorang musafir ketika melintasi padang sahara yang luas. Atau ibarat obat bagi orang yang sedang sakit atau ibarat suplemen tambahan untuk menjaga stamina tubuh.

Mereka terlihat masih muda dengan semangat membara yang masih mengisi ruang jiwa mereka. Namun wajah mereka mengesankan bahwa mereka sedang memikirkan suatu perkara yang berat, ya…, mereka sedang memikirkan bagaimana hidayah Islam ini sampai ke seantero dunia, sehingga tidak ada satupun manusia yang meninggalkan dunia ini kecuali ia dalam keadaan beriman.

Mereka adalah pemuda yang tangguh, sabar dan kuat keyakinan pada Allah Swt.. Akhlak mereka patut dipuji, kata-kata mereka selalu menyentuh hati dan sikap mereka mencontoh akhlaknya Nabi.
Setelah lebih kurang seperempat jam, mereka mulai menentukan beberapa orang untuk keluar berkunjung kerumah-rumah kaum muslimin. Salah seorang dari mereka berkata, “Di persimpangan jalan ke arah halte, ada seorang pemuda yang suka mengganggu dan menertawakan kita setiap kali kita lewat ditempat itu. Ini sudah terjadi 2 kali. Setiap kali lewat, kita tidak menghiraukan sikap dan kata-katanya. Bagaimana kalau kesempatan kali ini, kita coba dekati ia, kita bicara padanya dengan baik-baik, lembut dan sopan dan sedapat mungkin kita ajak ia ke Mesjid”. “Usulan yang bagus,” salah seorang dari mereka menanggapi. ”Kita mohon pada Allah Swt. agar membuka hati pemuda tersebut untuk mau mendengarkan kata-kata kita,” ia melanjutkan.
“Baiklah, sebelum keluar mari kita berdo`a pada Allah Swt. dengan penuh tadharru` dan berharap, moga Allah Swt. menjadikan setiap langkah kita kebaikan dan sebab diberinya orang lain hidayah,” semuanyapun mengamini.

Mereka keluar dari mesjid dan lidah mereka tak henti menyebut asma Allah Swt.. Hati mereka penuh dengan harapan agar Allah Swt. membukakan hati pemuda tersebut untuk mau mendengarkan kata-kata mereka kali ini. Dan seperti biasa, pemuda jalanan itu lagi nongkrong ditempat tersebut.

Sebelum salah seorang dari mereka yang keluar mulai menegur, pemuda jalanan itu sudah mulai menertawakan dan mencemooh. Ia berani karena bersamanya pemuda-pemuda yang lain. Salah seorang dari mereka yang keluar dari mesjid, mulai mendekati si pemuda, ia duduk disampingnya dan yang lain sibuk dengan do`a didalam hati dan lidah mereka tak hentinya melantunkan zikir pada Allah Swt., beristighfar dan bershalawat pada Rasulullah Saw.

Akhirnya si pemuda bersedia diajak ke mesjid walau pada awalnya ia agak keberatan. Tapi karena Allah Swt. jualah dan juga kepiawaian berbicara salah seorang dari mereka yang keluar dari mesjid, hati pemuda itupun tersentuh juga.

Dalam perjalanan ke mesjid si pemuda meminta ma`af atas sikapnya selama ini. Ia menyesal dengan tindakannya yang tidak baik tersebut. Sesampai di mesjid, si pemuda disuruh untuk berwudhuk dahulu, tapi ia masih berdiri dan tidak beranjak menuju ke tempat wudhuk. Ia berkata, “Saya sudah lupa cara berwudhuk, tolong ajarkan saya caranya.” Kemudian salah seorang dari mereka mengajarkan pemuda tadi berwudhuk. Usai berwudhuk ia disuruh shalat, tapi ia kembali berkata, “Ma`af saya sudah lama tidak shalat, sehingga saya sekarang tidak tahu bagaimana gerakannya dan apa saja bacaannya.”

Kemudian salah seorang dari mereka memimpin shalat untuk mengajarkan tata cara dan bacaan shalat. Pada saat sujud terakhir, si pemuda belum bangun dari sujudnya, dugaan yang mengajarkan shalat bahwa ia sedang berdo`a panjang menyesali perbuatan dan dosanya selama ini. Setelah mengucapkan salam, si pemuda belum juga bangun, dan ketika digerak-gerikkan badannya, ternyata ia telah meninggal dunia.

* * *

Apa ibrah yang bisa kita ambil dari kisah diatas? Betapa kematian datang dengan tiba-tiba. Tanpa ada satupun yang bisa menduga dan mengetahuinya. Dan betapa dakwah itu dapat menyelamatkan seseorang dari api neraka. Dan kalaulah pemuda–pemuda soleh tadi tidak mendatangi si pemuda jalanan dan pemuda jalanan itu dalam ketentuan taqdirnya meninggal pada saat itu, tentu meninggalnya dalam keadaan yang tidak diridhai Allah Swt.. Namun, Allah Swt. telah menjadikan mereka sebab si pemuda jalanan meninggal dalam keadaan sedang bersujud.

READ MORE - Keagungan dan Kuasa Allah SWT
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS